Sebagai ibukota negara, Jakarta, memang menjadi tujuan utama para urban dari seluruh Indonesia. Jakarta memiliki sejuta harapan bagi para pendatang untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Kota yang padat penduduk memang memiliki banyak masalah, karena sulit mengatur dan mengontrol begitu banyak orang yang tentu saja masing-masing memiliki cara hidup yang berbeda.
Sebagai kota metropolitan terbesar di Asia Tenggara, Jakarta dan penduduknya harus segera berbenah diri agar tidak ketinggalan dari ibukota negara-negara lain. Inilah beberapa masalah yang ada di Jakarta yang perlu segera dibenahi:
- Tidak Aman.
Terbatasnya lapangan pekerjaan dan minimnya ide usaha membuat tingkat kriminalitas makin bertambah. Jangankan untuk naik bus, naik taksi pun sekarang selalu was-was. Penumpang bus juga sering terganggu dengan adanya preman-preman yang meminta uang dengan cara menakut-nakuti. Belum lagi pelecehan seksual yang mengintai wanita, mulai dari yang berpakaian kantoran hingga yang berhijab tidak luput dari sasaran lelaki yang tidak bisa mengontrol napsu. - Kemacetan Parah.
Masalah kemacetan tidak pernah berkurang, justru bertambah parah dari tahun ke tahun. Penyebabnya mulai dari angkutan umum yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, terlalu banyak mobil dan motor pribadi, luas jalan berkurang akibat kendaraan yang parkir di tepi jalan, lapak pedagang kaki lima, angkot ngetem sembarangan, hingga jalan yang rusak. Apalagi ditambah dengan rencana pemerintah menjual mobil murah! - Lalu Lintas Berbahaya.
Lalu lintas di Jakarta sangat berbahaya. Pengendara mobil dan motor sama-sama tak mau mengalah. Aturan lalu lintas sering dilanggar hingga berpotensi mencelakai diri sendiri dan orang lain. Di jalan Jakarta, orang yang mengikuti aturan lalu lintas yang benar malah dianggap salah atau terlihat aneh. Hak pejalan kaki dan penyeberang jalan juga terampas oleh pengendara yang tidak (mau) tahu aturan. - Buang sampah seenaknya.
Pemandangan sampah bertebaran di mana-mana bukan hal aneh di Jakarta. Kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya masih sangat kurang. Belum lagi ada banyak orang yang menolak membayar uang kebersihan lingkungan, padahal uang itu digunakan untuk membayar tukang sampah mengangkut sampah dari lingkungan rumah ke tempat pembuangan akhir. - Banjir di musim hujan.
Sungai berwarna hitam dan berbau sudah biasa. Sungai sudah seperti tempat sampah besar untuk penduduk di pinggiran sungai. Jika kemudian datang musim hujan dan terjadi banjir, biasanya mereka akan saling menyalahkan dan menganggap pemerintah daerah tidak sanggup menangani lingkungan. - Lingkungan tercemar polusi.
Kendaraan bermotor pribadi dan angkutan umum yang sudah tidak layak atau mengeluarkan asap hitam masih banyak beredar di jalan raya. Polusi terjadi bukan hanya dari pembakaran mesin kendaraan saja, tetapi juga dari pabrik-pabrik dan masyarakat yang gemar membakar sampah. Polusi selain membuat udara menjadi kotor juga mengakibatkan penyakit-penyakit berbahaya bagi yang menghirupnya dalam jangka waktu tertentu. Selain polusi udara, polusi air dan suara juga termasuk di dalamnya. - Banyak pengemis dan pengamen.
Para pengemis menambah kumuh pemandangan kota Jakarta. Saat ini pengemis sudah menjadi profesi, bukan dilakukan karena tidak mampu (terlalu miskin). Pengemis sudah terorganisir dan menjadi pilihan profesi bagi manusia malas dengan penghasilan melebihi karyawan kantor. Pengemis terselubung seperti pengamen juga meresahkan. Mereka sering marah-marah apabila tidak mendapatkan uang dari orang-orang setelah mereka bernyanyi. - Tidak bisa antri.
Penduduk Jakarta harus diedukasi agar tidak bersikap egois dan belajar tertib. Sikap tidak mau mengantri bisa dilihat dari cara naik dan turun dari kendaraan (bus atau kereta) yang selalu berebutan dan saling dorong, akibatnya kaki jadi terinjak-injak, terhimpit, hingga terjatuh. Belum lagi ada yang berebutan sembako, berebutan daging kurban, dan berebutan tiket mudik. Apa susahnya mengatri daripada meresikokan diri dengan cara berebutan?? Ada juga yang senang menyelak antrian teller bank atau ATM, padahal sudah ada tulisan “ANTRI” atau “QUEUE”. - Merokok sembarangan.
Meski sudah ada aturan merokok bagi penduduk Jakarta, sampai saat ini belum ada yang benar-benar dilaksanakan. Perokok masih bisa bebas merokok di mana saja mereka mau. Bahkan, mereka tidak peduli merokok di dekat ibu hamil atau anak-anak. Tempat khusus untuk merokok di airport juga tidak berfungsi sempurna, misalnya di Terminal 3 Soekarno-Hatta. Para perokok yang masuk ke dalam bilik merokok kebanyakan tidak menutup pintu dengan sempurna hingga asap rokok masih bisa keluar sampai ke tempat duduk di ruang tunggu. - Kebiasaan jam karet.
Jam karet sudah menjadi ciri orang Indonesia, bukan hanya pada warga Jakarta saja. Belajarlah menghargai waktu orang lain, karena tiap orang punya jadwal dan rencana (schedule) masing-masing. Jam karet bukan hanya harus dihilangkan dari tiap individu tapi juga diterapkan pada pelayanan umum seperti jam buka kantor pemerintah, jadwal penerbangan, jadwal bus, dan lain-lain.
Jakarta memang tak pernah tidur, tetap ada sisi yang menyala saat sisi lainnya padam, tetap ada yang terjaga saat yang lain tertidur. Jakarta memiliki warna-warni kehidupan dari refleksi perbedaan SARA penduduknya. Tentunya akan lebih baik jika perbedaan itu menjadi keunikan yang saling melengkapi kekurangan dan kelebihan yang kita miliki.
Menunggu semua masalah Jakarta menghilang tidak akan pernah terjadi jika penduduknya sendiri tidak mau berusaha berubah. Mari bangun kesadaran diri untuk melakukan sesuatu yang baik tanpa harus disuruh atau karena pemerintah memberikan sangsi. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri tanpa dukungan masyarakat. Jika ingin Jakarta jadi lebih baik, rubah cara hidup kita mulai dari sekarang!
Salam,
Desi Sachiko
Featured pic taken from time.com
*
Suka artikel ini? Silakan bagikan:
Leave A Reply