Ketika saya masih kecil, saya terbiasa melihat orang-orang di lingkungan tempat saya tinggal memperlakukan hewan seenaknya. Mulai dari menendang kucing, melempari anjing dengan batu, menembaki burung, memelihara kelinci atau marmut dalam kandang super sempit, sampai ada orang yang merantai monyet di depan rumahnya.
Anak-anak pun sering berburu capung atau kupu-kupu. Setelah tertangkap, mereka akan memotong sayap capung atau mengikat buntut capung dengan benang. Kupu-kupu biasanya dibunuh lalu dibuang begitu saja. Adu ikan cupang juga sering dimainkan.
Anak-anak Indonesia telah terbiasa melihat penyiksaan hewan sejak kecil dan ikut melakukan penyiksaan tanpa dilarang orang tua. Akhirnya hingga dewasa mereka tidak memiliki kepedulian dan rasa kasih sayang pada hewan. Jangan heran jika di Indonesia banyak terjadi pembunuhan orangutan, perburuan macan, dan pembantaian lumba-lumba.
Eksploitasi hewan juga mudah ditemui di Jakarta, seperti kuda (delman) dan monyet (dijadikan pengemis atau hiburan topeng monyet). Topeng monyet adalah show yang sering dijumpai di perkampungan Jakarta. Topeng monyet berkeliling kampung dengan membawa alat musik gendang dan alat-alat permainan monyet. Sejak kecil saya sudah terbiasa melihatnya (meski dengan rasa kasihan). Beberapa tahun ini mulai banyak muncul pengemis monyet di jalan-jalan raya, biasanya ada di trotoar sekitar lampu lalu lintas. Si monyet dipakaikan baju atau topeng lalu disuruh meminta uang pada orang-orang yang lewat.
Dibalik kelucuan monyet-monyet yang Anda lihat, ada kekejaman yang mereka rasakan tiap hari. Cara melatih monyet-monyet itu dilakukan dengan cara menyiksa. Selama berbulan-bulan pelatih memaksa monyet berdiri tegak dengan leher dibelenggu rantai. Setelah itu mereka akan melatih berbagai gerakan mulai dari berjalan hingga koprol (berguling ke depan atau belakang) dari pagi hingga larut malam. Mereka dipukuli atau ditakut-takuti suatu benda agar menurut. Sering diberi makan tidak sesuai atau tidak diberi makan sama sekali. Banyak monyet yang mati dalam pelatihan ini.
Sudah lama saya berharap aktivis perlindungan hewan lebih “galak” untuk menangani masalah ini, namun sepertinya harus Jokowi juga yang bertindak. Saya sangat senang dengan Jokowi yang baru saja merazia pengemis monyet dan topeng monyet. Jokowi mengambil tindakan untuk membeli monyet-monyet tersebut dari para pemiliknya untuk selanjutnya divaksin dan ditampung di kebun binatang. Pemilik monyet akan diberikan modal agar bisa memiliki pekerjaan lain.
Tindakan Jokowi menertibkan pengemis monyet dan topeng monyet bukan tanpa alasan. Ada beberapa alasan yang mendasari tindakannya tersebut, yaitu:
- KUHP Pasal 302 tentang tindakan penyiksaan hewan.
- UU No. 18 Pasal 66 Ayat 2g tentang peternakan dan kesehatan.
- Peraturan Kementan No. 95 Pasal 83 Ayat 2 tentang kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan.
- Perda No. 11 Pasal 6 Ayat 1 tentang pengawasan hewan rentan rabies serta pencegahan dan penanggulangan rabies.
- Perda Nomor 8 Pasal 17 Ayat 2 tentang ketertiban umum.
- Adanya tekanan dari aktivis hewan internasional.
Jelas sudah bahwa pengemis monyet dan topeng monyet memang melanggar hukum. Hewan juga memiliki hak diperlakukan dengan baik dan hak untuk hidup dalam habitatnya. Apakah Anda pernah membayangkan jika Anda tercipta menjadi seekor hewan??
Sebagian orang dan politisi menganggap topeng monyet adalah salah satu budaya bangsa yang perlu dilestarikan. Menurut Wikipedia topeng monyet adalah kesenian tradisional Indonesia. Seni kok menyiksa?? Kalau begitu, saya tidak keberatan kesenian ini dihilangkan dari Indonesia (silahkan kalau Malaysia mau meng-claim hehehee…).
Jika eksploitasi hewan terus dibiarkan berarti kita akan membentuk generasi muda mendatang sebagai manusia yang kejam terhadap hewan, bahkan terhadap sesama manusia. Jokowi menegaskan, pada 2014 Jakarta harus sudah bersih dari topeng monyet. Peraturan ini dibuat untuk kebaikan kita bersama. Mari kita dukung!
Salam,
Desi Sachiko
Featured pic take from taringa.net
*
Suka artikel ini? Silakan bagikan:
Leave A Reply