Uang recehan yang umumnya berupa koin dan bernilai kecil sepertinya kurang dianggap di negara kita. Supermarket lebih suka memakai permen daripada menyediakan uang recehan di laci kasir. Bukan hanya di supermarket, bahkan di warung-warung kecil juga begitu.
Saya pernah dicemberuti kondektur bus dan supir angkot gara-gara membayar ongkos dengan uang recehan koin semua. Bahkan pernah salah satu teman saya membayar ongkos bus dengan recehan koin, lalu kondektur bus meleparkan koin-koin tersebut di depan teman saya. Sungguh keterlaluan!
Hal ini berbeda dengan apa yang saya alami di negara lain. Tak perlu jauh-jauh, ambil contoh negara terdekat, Singapura. Masyarakat Singapura menganggap uang recehan tetap bernilai. Di sana tidak ada supermarket yang memberikan kembalian berupa permen. Uang recehan berbagai pecahan selalu tersedia di kasir. Uang recehan terbesar di Singapura adalah uang koin 1 SGD dan yang terkecil adalah 5 sen.
Kemarin saya berbelanja di salah satu supermarket dekat tempat tinggal saya di Singapura. Saat antri di kasir, saya melihat orang di depan saya berbelanja sejumlah 80 SGD dan membayarnya dengan uang koin semua dengan pecahan 1 SGD. Persis seperti orang yang baru memecahkan celengan. Dia tidak malu membawa sekatung uang koin untuk membayar. Saya lihat wajah si kasir tidak keberatan sama sekali meskipun harus ribet menghitung uang-uang koin yang banyak itu. Orang-orang yang mengantri di kasir pun tidak menampakkan muka kesal karena harus menunggu agak lama saat kasir menghitung koin-koin tersebut. Mereka santai-santai saja. Ada yang mau coba di Indonesia?? Siap-siap dimaki mbak kasir ya! 😛
Contoh lain yang bisa dilihat adalah taksi. Supir taksi di Singapura tetap memberikan kembalian pada penumpangnya meski cuma 5 sen. Di Indonesia, kita sudah biasa tidak mendapatkan kembalian dari supir taksi, biasanya pembayaran dibulatkan ke atas. Terkadang bukan karena si supir taksi tidak ada recehan, tapi si penumpang lah yang tidak mau dikembalikan. Mungkin karena tidak suka mendapatkan uang recehan.
Ketika saya berada di Perancis, saya juga sering melakukan transaksi dengan uang recehan koin. Saya jadi berpikir, mengapa di Indonesia uang recehan dianggap tidak penting? Mengapa kebanyakan orang Indonesia malas memegang atau menyimpan uang recehan?
Di Indonesia sudah tidak aneh jika membeli sesuatu dengan harga yang dibulatkan ke atas dengan alasan tidak ada kembalian. Bukankah itu berarti kita membeli sesuatu dengan harga yang lebih mahal? Jika kita tidak keberatan dengan hal ini, berarti kita memang merasa kaya! Alhamdulillah… 😛
Alangkah baiknya jika saat ini kita mulai menghargai uang kecil. Recehan adalah uang juga, kita mendapatkannya dengan bekerja, bukan jatuh dari langit. Tidak perlu gengsi menggunakan uang recehan. Walaupun nilai uang tersebut kecil namun sama pentingnya dengan uang bernilai besar.
Mari kita naikkan derajat uang recehan. Masa sih uang receh di Indonesia cuma buat kerokan?? 😀
Salam,
Desi Sachiko
Featured pic taken from portlandcoins.com
*
Suka artikel ini? Silakan bagikan:
2 Comments
Bener banget mbak, uang recehan kurang dihargai disini. Setiap travelling, saya juga mengamati. Cuma di Indonesia yang memberi uang kembalian berupa permen. Kalau uang recehan dikumpulkan sedikit demi sedikit pasti bisa jumlahnya menjadi besar.
Pengalaman saya paling aneh adalah ketika saya makan di pinggir jalan (Indonesia), pengemis ada yg hanya menerima uang kertas. Pengamen di pinggir jalan pernah saya kasih recehan 500 (tahun 2008/2009) dan malah melempar kembali ke saya.
iya bener banget, cuma di indonesia doang kayaknya recehan gak ada gunanya 🙁 saya kerja merangkap kasir dan sering berhadapan dengan orang asing.. mereka senang kasih koin katanya itu berguna bahkan yang “berdasi” PUN ngumpulin uang receh ..