Saya sering terheran-heran dan kagum dengan orang-orang yang bisa sukses di usia yang sangat muda. Saya masih ingat di usia berapa Avril Lavigne pertama kali muncul di dunia musik dan langsung sukses! Avril bukan satu-satunya figure anak muda yang sukses mendunia. Masih banyak contoh anak muda sukses dari berbagai bidang, seperti Ingvar Kamprad, pendiri retail IKEA yang saat itu usianya baru 17 tahun! Kesuksesan yang mereka dapatkan tentu saja penuh dengan perjuangan dan murni dilakukan atas usaha sendiri.
Coba kita bandingkan dengan orang kita (Indonesia), apa yang sedang mereka lakukan pada usia di bawah 20 tahun?? Pasti masih kuliah, dan tentunya memakai uang orang tua. Setelah lulus baru mencari pekerjaan dan belum tentu bisa langsung settle. Biasanya beberapa tahun ke depan kita akan berpindah-pindah perusahaan dalam usaha mencari kecocokan dalam jenis pekerjaan dan penghasilan.
Sepertinya kita memang lebih lambat dalam mencapai kesuksesan dibandingkan dengan orang asing (bule). Orang Indonesia banyak menghabiskan waktu sia-sia dalam menemukan pilihan hidup atau karir yang cocok. Seperti orang yang berjalan tanpa arah, tersesat, dan kehabisan bekal. Penyebabnya adalah sistem pendidikan di sekolah kita yang kurang baik, dan ditambah cara mendidik anak yang tidak tepat.
Anak-anak Indonesia dibiasakan terlalu tergantung pada orang tua. Orang tua akan berusaha memberikan apa yang diinginkan oleh anak, seperti mainan, makanan, atau apapun yang diminta oleh si anak. Mereka menjadi manja (keenakan). Jadi jangan heran kalau melihat ada anak kecil menangis berguling-guling di lantai mall karena minta dibelikan sesuatu.
Orang tua Indonesia juga senang melarang sesuatu pada anak-anak. Akhirnya anak menjadi takut akan tantangan. Contohnya:
“Jangan lari-lari, nanti jatuh!” (Padahal mungkin bakat si anak adalah lari, bisa jadi atlit, tapi karena sering dilarang akhirnya bakatnya padam).
“Jangan coret-coret tembok rumah ya..!” (Spontanitas berekspresi jadi tertahan, tidak mendapat penyaluran).
“Sana main, jangan ganggu mama masak!” (Akhirnya anak tidak tertarik memasak selama hidupnya)
“Masih kecil udah diajarin berenang, kasihan…” (makanya banyak orang Indonesia yang tidak bisa berenang) 😀
Dan masih banyak “jangan” yang lainnya…
Orang tua senang jika anaknya diam dan tidak banyak tingkah (tidak merepotkan), padahal anak yang diam belum tentu baik. Sejak kecil kita diajarkan untuk menurut pada orang tua. Harus mendengarkan apa kata orang tua. Kalau tidak menurut artinya tidak menghormati orang tua. Itu namanya durhaka, sudah pasti dosa dan akan masuk neraka. Orang tua Indonesia terlalu kuatir anak-anak yang dibebaskan memilih apa yang mereka inginkan akan mengakibatkan hilangnya kontrol dalam diri anak-anak mereka.
Dominasi orang tua belum berhenti meski kita sudah dewasa. Orang kita juga percaya jika orang tua tidak memberi restu, maka apa pun yang kita lakukan tidak akan berhasil. Ada teman yang terpaksa menolak tawaran kerja di kota lain dengan alasan orang tua tidak memberi izin. Begitu juga saat ingin menikah, jika orang tua tidak setuju maka hal itu akan menjadi persoalan besar bagi kita.
Itulah mengapa banyak orang Indonesia belum bisa mandiri hingga mereka dewasa. Beda dengan orang luar yang terbiasa berjuang hidup sendiri. Kebanyakan mereka telah meninggalkan rumah orang tua ketika berumur 18 tahun. Mereka menentukan jalan hidup sendiri dan berpikir keras bagaimana untuk survive tanpa bantuan orang lain. Hal ini yang membuat mereka berani mengambil keputusan sendiri dan bertanggung jawab atas diri mereka sendiri.
Ketika saya memutuskan untuk hidup terpisah dari orang tua (tinggal di kost), tidak mudah bagi saya untuk mengalahkan ketidaksetujuan mereka. Selain itu banyak komentar yang mampir di telinga saya. Umumnya orang-orang heran dan menanyakan kenapa saya harus kost sedangkan orang tua tinggal di kota yang sama. Mereka pikir saya tipe cewek liar yang tidak mau diatur. Padahal saya hanya ingin menjadi diri saya sendiri untuk bebas menentukan apa yang saya kehendaki. Kini saya menyesal karena terlambat memutuskan untuk hidup sendiri, seharusnya saya sudah melakukannya belasan tahun sebelumnya. Seharusnya sejak dulu saya memutuskan untuk hidup dan bekerja di kota/negara lain.
Semoga di masa mendatang orang tua generasi baru lebih bisa memberikan kebebasan dan menekankan anak untuk bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Semakin cepat anak mampu mandiri akan membuatnya lebih cepat mencapai kesuksesan.
Salam sukses,
Desi Sachiko
Featured pic taken from lviv.dityvmisti.ua
Baca juga:
Terjebak Dalam Pekerjaan yang Tidak Disukai
* * *
Suka artikel ini? Silakan bagikan:
2 Comments
Bener mba, apa yg mba bilang. Sy dulu wkt kecil suka sekali menari tp kata ortu ngapain kamu nari2 gak ada hasilnya. Ibarat kata2 ajaib, apa yg di blg ortu sy ngefek bgt ke diri sy. Seketika sy langsung gak mau nerusin nari, karena gak dpt dukungan dr ortu. Soal kerjaan jg, sy di terima bekerja dan di training di luar pulau selama 1 bln. Tp kata ortu, gak usah, cari kerja yg lain aja. Padahal sy minat sm kerjaan itu. Pas dpt kerjaan lain yg di restuin, makan hati bgt mba. Sy nyesel bgt, nolak kerjaan yg sy pengen itu.
salah satu kesalahan terbesar saya,, terlalu taat pada orang tua