Kata maaf tentu sering sekali kita dengar. Anda pasti juga pernah meminta maaf, kan? Baik secara tulus mau pun terpaksa hehehee… 😛 Jika Anda Muslim, tentu tiap tahun Anda merayakan hari besar dimana meminta maaf dan memaafkan sebagai cara untuk membersihkan jiwa.
Meminta maaf merupakan ungkapan permintaan ampun atau penyesalan secara sukarela atas suatu kesalahan yang telah dilakukan (secara sengaja maupun tidak sengaja). Orang yang meminta maaf dengan ikhlas akan melakukan perubahan perilaku menjadi lebih baik. Dengan meminta maaf dan memberi maaf, orang-orang yang bersangkutan sebenarnya sedang berusaha melepaskan emosi negatif dalam diri mereka, yaitu kebencian dan dendam.
Kali ini yang ingin saya bahas bukan tentang meminta maaf, tetapi memaafkan. Menurut saya memaafkan lebih sulit dilakukan daripada meminta maaf. Di mana pun pihak yang tersakiti lebih tersiksa daripada yang menyakiti.
Dulu saya sangat heran mengapa Hillary Clinton masih bisa menerima suaminya, Bill Clinton, setelah skandalnya dengan Monica Lewinsky terungkap. Kini saya bisa memahaminya – secara tidak sengaja, saya mendapatkan sebuah pelajaran dari sebuah film, The Vow. Dalam film tersebut diceritakan ibu dari Paige Collins memaafkan suaminya yang sudah berselingkuh dengan seorang wanita muda. Ketika ditanya anaknya, jawaban sang ibu sederhana: “Saya tidak bisa meninggalkannya dan melupakan semua kebaikannya selama ini hanya karena satu kesalahan yang dia perbuat…”
Jleb! 🙁 Kata-kata itu mengena di hati saya, makanya saya masih ingat sampai sekarang. Jujur, saya belum tentu bisa memaafkan jika saya berada di posisi orang yang dikhianati cintanya. Memang tidak mudah untuk bisa melupakan kesalahan seseorang, apalagi jika kesalahannya membuat kita merasa sangat dirugikan.
Mungkin selama ini saya – dan mungkin juga Anda – terlalu menghakimi orang yang bersalah tanpa melihat dan mempertimbangkan hal-hal lainnya. Kita hanya fokus pada kesalahannya saja. Padahal semua orang pasti pernah berbuat salah. Kita menghakimi orang yang bersalah dengan mengingat satu kesalahannya tapi melupakan seribu kebaikan yang pernah diperbuatnya.
Memang tidak semua orang mampu memaafkan secara tulus, meskipun yang bersalah adalah keluarga kita sendiri atau teman dekat kita. Jika kita mengaku telah memaafkan seseorang, namun suatu hari mengungkit kembali kesalahannya, itu tandanya masih ada dendam yang tersimpan di hati. Kita belum bisa sepenuhnya memaafkan.
Ikhlas memaafkan kesalahan orang akan membuat kita belajar menilai orang lain dari dua sisi, bukan hanya sisi buruknya saja. Kita harus mencoba meredam emosi atau amarah. Ketika amarah padam, kita baru bisa berpikir positif. Pikiran yang positif akan mendorong kita untuk ikhlas menerima suatu kejadian yang menyakitkan bagi kita. Dengan memaafkan kita dapat memulihkan hubungan yang rusak, dan menjadi terapi bagi jiwa untuk move on. Kemampuan memaafkan juga menjadi bukti bahwa kita adalah orang yang kuat menerima cobaan.
Memaafkan juga berpengaruh bagi kesehatan kita karena pikiran dan tubuh kita saling berkaitan. Tubuh kita merespon apa yang ada di pikiran dan perasaan kita. Jika pikiran kita dipenuhi emosi negatif maka sistem kekebalan tubuh akan melemah. Kita akan mudah terserang penyakit.
Selain memaafkan orang lain, kita juga harus melakukan pemaafan kepada diri kita sendiri. Maafkanlah diri kita atas kelalaian atau kesalahan yang kita lakukan di masa lalu. Penyesalan atas kesalahan di masa lalu mungkin masih tersimpan di salah satu sudut pikiran kita. Tanpa sadar hal ini membebani pikiran kita hingga menggangu langkah kita ke depan.
Jika kita bisa ikhlas memaafkan orang lain dan diri sendiri, tubuh akan terasa lebih sehat, wajah ceria, dan pikiran kita lebih tenang. Kita bisa menjalani kehidupan selanjutnya dengan lebih ringan dan berkualitas.
Forgiveness is a promise not a feeling.
When you forgive other people, you are making a promise not to use their past sin against them.
Salam,
Desi Sachiko
Pic taken from huffingtonpost.com
*
Suka artikel ini? Silakan bagikan:
Leave A Reply