Sebagian orang ada yang bermimpi bisa tinggal atau hidup di luar negeri. Bayangan mereka hidup di luar negeri itu menyenangkan dan (mungkin) terlihat keren. Memang, tinggal di luar negeri itu exciting dan banyak kejutan (awalnya…). Anda bisa bertemu dengan berbagai macam orang, menyelami budaya lain, dan mendapatkan banyak pengalaman baru yang akan memperkaya pandangan dan pemikiran Anda terhadap banyak hal.
Jika Anda membayangkan tinggal di luar negeri itu akan senang terus, Anda salah! Menetap di luar negeri itu tidak sama rasanya seperti menjadi turis! Sebagai turis Anda lebih banyak merasakan kesenangan, karena Anda hanya mengunjungi tempat-tempat indah atau terbaik dari suatu negara. Anda hanya tinggal beberapa hari atau beberapa minggu saja di suatu negara. Anda tidak terlalu berinteraksi dengan penduduk lokal. Anda belum kangen dengan makanan negeri sendiri, justru Anda tertarik mencoba makanan baru.
Sudah beberapa tahun ini saya tinggal di Singapura mengikuti suami yang bekerja di sini. Bagi kami Singapura adalah negara yang cukup nyaman. Trasportasi umum di sini sangat baik, tepat waktu, dan hampir tidak ada macet. Begitu pula dengan lingkungan, semua bersih, tidak berpolusi, tertib, dan aman. Kami tinggal di daerah yang cukup baik dan tenang untuk ukuran Singapura. Pekerjaan suami saya dan para koleganya juga cukup baik. Anda pikir hidup saya pasti bahagia sekali. Ya benar, saya bahagia… 🙂 Saya punya suami yang baik, yang selalu perhatian pada saya setiap saat. Namun suami saja tidaklah cukup… 😀 Kadang saya merasakan perasaan aneh. Entah, saya tidak bisa mendeskripsikannya…
Pada masa awal seseorang tinggal di negara lain, pasti ada yang namanya culture shock. Biasalah, kaget menghadapi culture yang berbeda dengan culture di negara sendiri. Hal ini tidak masalah bagi saya, dalam hitungan hari atau minggu saya sudah mulai terbiasa dengan irama hidup di sini yang serba cepat dan teratur. Di Singapura biasa kerja cepat, bicara cepat, jalan cepat, dan bahkan hampir semua eskalator juga di-setting bergerak cepat (lebih cepat dari di Indonesia).
Kali ini yang saya rasakan bukan lagi culture shock. Saya tidak yakin apa penyebabnya, yang pasti mood saya sering down. Saya sering bete, uring-uringan, emosional, sulit berkonsentrasi, dan sulit untuk berdamai dengan apa pun. Sampai kemudian saya menangis sendiri… Saya merasa sedih terus menerus, tapi saya tidak tahu sebabnya.
Saya merasa ada yang tidak beres hingga saya mencoba mencari tahu apa yang terjadi pada diri saya. Inti dari hasil googling adalah kemungkinan saya mengalami gejala depresi. Bagaimana bisa? Saya tidak punya masalah atau sesuatu yang memberatkan pikiran saya, kok! Setelah buka ini buka itu, baca ini baca itu, akhirnya sampai pada kesimpulan kalau saya ini kena gejala depresi karena kesepian. Saya mengalami gangguan emosi akibat kehilangan hal-hal yang selama ini (tanpa sadar) membuat saya bahagia.
Dari berbagai sumber terpercaya yang saya baca, memang sudah umum bagi para expatriats atau foreigners, setelah lulus dari culture shock, rasa kesepian akan segera menyusul. Meski kesepian datangnya sedikit demi sedikit, kesepian yang terakumulasi pada akhirnya akan mengganggu kesehatan mental. Pada awalnya hanya stress biasa, kelamaan menjadi depresi.
Stres adalah perasaan kewalahan atau kuatir dimana Anda merasa tertekan dan sering mengakibatkan kelelahan (contohnya rasa tertekan saat akan interview atau ujian). Sedangkan depresi memiliki dampak yang lebih luas. Depresi adalah suatu keadaan dimana Anda merasa down hingga berakibat hilangnya minat pada hal-hal yang biasanya Anda sukai atau nikmati. Anda bisa kehilangan semangat, motivasi, dan menarik diri dari orang lain. Anda juga akan mengalami masalah tidur, nafsu makan, dan tak jarang diliputi rasa bersalah.
Tinggal di luar negeri itu memerlukan pengorbanan (iklas maupun tidak iklas). Kita akan sering melewatkan momen atau acara-acara orang-orang dekat, seperti ulang tahun, pernikahan, kelahiran, dan lain-lain. Kita cuma bisa melihat foto-foto kumpul-kumpul keluarga atau teman-teman di Facebook. Selain itu kita jadi sering terlupakan. Ada reuni lupa diundang. Ada acara nonton konser bareng tidak diajak. Yang baru saja lewat adalah konser musik Bon Jovi di Jakarta. Saya ingin menonton bareng teman-teman, tapi berakhir dengan melihat foto-fotonya saja di News Feed Facebook. Meski di sini juga ada konser musik dari grup yang sama, tapi apa enaknya nonton konser rock sendirian??
Sebagai orang asing, kita tidak bisa sepenuhnya terintegrasi dengan lingkungan lokal. Orang lokal tetap menganggap kita sebagai orang asing hingga sulit menjebol tembok social life mereka. Bisa jadi karena tampilan saya berbeda dari orang-orang di sini (rata-rata dari ras Cina). Mungkin tidak ada yang mau menegur saya duluan karena mereka mengira saya TKW dari Indonesia. Wajar sih karena rata-rata TKW di sini berwajah Indonesia sekali seperti saya. Hal ini berbeda sekali dengan kebiasaan orang Indonesia. Orang Indonesia lebih terbuka dengan orang baru, orang asing sekali pun! Di mana pun bisa dapat teman baru. Di Jakarta saya punya teman baik yang dulu saya kenal di dalam angkot. Bahkan dengan tukang bakso pun kita bisa mengobrol akrab. Masyarakat di Singapura (dan negara-negara lain) cenderung curiga jika disapa oleh orang yang tidak mereka kenal.
Saya sering tersenyum pada orang lain di sini, namun hanya 1-2 orang yang membalas senyum, lainnya membalas dengan tatapan aneh! Tadi pagi saya bareng satu lift dengan anak perempuan tetangga sebelah unit apartemen saya. Saya menyapa duluan, saya tanya apakah dia mau berangkat kerja. Dia jawab iya mau pergi kerja. Sudah cuma itu! Dia tidak bicara apa-apa lagi dan sibuk mengecek isi tasnya (mungkin supaya tidak ditanya-tanya lagi). Kebetulan lantai kami tidak tinggi jadi cepat sampai ke lantai dasar. Setelah pintu lift terbuka dia buru-buru jalan keluar. Padahal kan bisa jalan bareng saya sampai ke halte bus. Begitu pula saat saya baru pulang dari Prancis. Saya mengetuk pintu tetangga saya itu hendak mengantarkan oleh-oleh, tapi tidak dibukakan. Padahal saya sebelumnya melihat mereka baru saja pulang masuk ke dalam rumah. Mungkin mereka takut saya mengetuk pintu untuk minta bantuan, entahlah… Mereka seperti menjaga jarak dengan orang lain. Padahal saya bukan turis, saya jadi tetangganya sudah lebih dari satu tahun!
Pernah di tengah malam suami saya sakit dan dia terkapar di kamar mandi. Saat itu saya benar-benar tersadar bahwa saya benar-benar harus bisa berdiri sendiri di tengah situasi emergency. Di Indonesia kita bisa mengetuk pintu tetangga kapan saja untuk minta bantuan. Di sini? Mungkin jika saya terpaksa mengetuk pintu tetangga di tengah malam mereka akan marah-marah dan menyuruh saya menelepon ambulan lalu menutup pintu dengan keras! 🙁
Itulah mengapa biasanya orang Indonesia akan mencari teman orang Indonesia juga di luar negeri. Sebenarnya saya memiliki beberapa teman orang Indonesia yang saya kenal di sini, tapi jarang berinteraksi secara langsung dengan mereka. Kami lebih sering berinteraksi via media sosial karena mereka sibuk mengurus keluarga dan anak-anak, juga ada yang sibuk bekerja. Di Indonesia pun saya tidak punya banyak teman. Saya termasuk pemilih dalam berteman, tidak bisa/mau dekat dengan semua orang. Saya cenderung memilih orang-orang yang setipe dengan saya. Meski teman saya sedikit, tapi saya tidak sulit bertemu dengan mereka kapan saja. Orang Indonesia itu bisa di-call last minute (tapi juga bisa cancel last minute sih hahaha…). Saya tidak butuh banyak teman, asalkan teman yang sedikit itu enak untuk ber-“hahahihi” atau ngobrol.
Ada yang bilang pada saya supaya tidak kesepian buru-buru punya anak. Hmm, mungkin anak bisa mengalihkan kesepian, tapi kami punya rencana sendiri kapan waktu yang tepat untuk punya anak. Punya anak bukan jalan keluar yang tepat kalau memang belum siap. Pasti akan ada masalah lain yang mengikuti, salah satunya susah punya me time.
Menurut saya, kesepian itu bukan cuma soal teman. Kesepian itu bisa juga disebabkan oleh rasa kangen makanan negeri sendiri, suasana khas hometown, dan teringat kehangatan orang-orangnya. Kalau di Indonesia, sering ada tetangga datang ke rumah kita cuma untuk mengantarkan sepiring snack atau makanan. Bukan soal makanannya yang saya bahas, tapi soal kehangatan mereka. They treat you like family! Kalau di sini memberi makanan ke tetangga, mereka akan berpikir: Apa yang orang ini mau dari saya? Apa saya kelihatan kelaparan? Apa dia pikir saya tidak punya uang? Apa dia pikir saya tidak bisa masak?? Malah teman saya ada yang bilang mereka takut diracuni ! 😀 Di luar negeri tetangga selalu menutup pintu. Kalau kita mau main ke rumah tetangga harus janjian dulu dan harus ada tujuannya untuk apa. It’s too formal laaa…! Kayak ada urusan penting aja! 😀
Mungkin mereka yang dibesarkan di daerah sepi dan jarang melihat banyak orang tidak mudah merasa kesepian. Lha, kalo saya ini dibesarkan di perkampungan yang penuh penduduk. Tiap hari melihat orang-orang atau mengobrol. Ada saja tetangga yang main ke rumah. Ada berisik dangdutan, odong-odong lewat depan rumah, ada hansip memukul-mukul tiang listrik, dan lain-lain. There are many silly things but it makes your life fun!
Makanya saya cuma senyum saja kalau mendengar orang menggebu-gebu ingin pindah/tinggal di luar negeri. Terutama yang punya calon suami WNA. No worries, Anda nanti bisa merasakan sendiri kok! 🙂 Saya sering mendapat pertanyaan keheranan dari orang-orang, seperti: “Kok gak mau sih tinggal di Prancis??” Hahahaa… Mereka pasti tidak pernah memikirkan soal kesepian ini, pikirannya cuma jadi turis! 😀 Cukuplah Prancis sebagai tempat liburan saja, untuk menetap saya akan pikir berkali-kali. Jangan ajarkan saya tentang adaptasi dan lain-lain, saya tahu itu dan saya sudah melakukannya di sini (Singapura). Saya bukannya tidak suka tinggal di luar negeri, hanya saja saya kadang merasa benar-benar sendiri… Anda tidak akan pernah mengerti sampai Anda merasakannya sendiri.
Pada dasarnya manusia butuh berinteraksi dengan mahluk lain (manusia dengan manusia, bukan dengan hewan atau tanaman). Kesepian itu berkaitan dengan comfortable, environment or neighborhood, and behavior of the people around you. Lonely is not being alone it’s the feeling that no one cares!
Nih, saya kasih lirik lagunya Michael Buble “Home” :
Another summer day
Has come and gone away
In Paris and Rome
But I wanna go home
Mmmmmmmm
May be surrounded by
A million people
I still feel all alone
I just wanna go home
. . .
Another aeroplane
Another sunny place
I’m lucky, I know
But I wanna go home
Mmmm, I’ve got to go home
. . .
Sebenarnya cerita lagu itu bukan soal kesepian seperti yang saya rasakan sih, cuma sebagian liriknya ngepas aja. Udahlah… Saya ngantuk! 😀
Salam,
Desi Sachiko
Baca juga:
Hidup di Eropa Tak Seindah Khayalan
Alasan Bule Memilih Tinggal di Indonesia
Pertama Kali ke Singapura? Baca Ini Dulu!
* * *
Suka artikel ini? Silakan bagikan:
19 Comments
Aku jadi foreigner di Taiwan, dan apa yang dirasakan sama persis dengan Mbak Desi, malah tambah susahnya harus beradaptasi dengan mertua yang notabene sudah berumur dan agak kuno pola pikirnya.. Plus ketidakcocokan soal makanan, bikin sengsara.. Di Indonesia, seenggaknya bisa duduk ngobrol sm tetangga, disini boro2, pada tutup pintu semua, bisa2 kalo kita asal nyamperin mereka kita disangka org jahat yang mau macem2.. So far, udah tinggal 2 bulan plus 2 bulan waktu pertama kali datang, skrg lagi nunggu baby lahir. Seperti yang mbak tulis, liburan sebagai turis dengan hidup sebagai pendatang asing beda banget, kesepian, adaptasi, dll.. Untungnya, suamiku tiap hari telepon supaya gk sepi, juga masih kontak dng temen di Indo, jadi ada sedikit hiburan lah… heheheeh… meskipun, tetep aja, gak sabar untuk bisa cepet balik ke Indo, gimanapun gak bagusnya Indo, it still my beloved hometown ^^
Sangat setuju! Saya sudah tinggal di Eropa hampir 18 thn.
It’s time for me to go home now.. Homesick gak bisa lepas dr pikiran says.. Kangen Indonesia so much!
Dari awal sejak shock culture sampai udah piawai dgn segala perbedaan, tetap tidak bisa mengisi hati yg lonely.
Saya merasa sepi dan hampa di negara tempat saya tinggal.
Padahal perkawinan saya baik2 aja, suami jg baik dan tanggung jawab tetap saya tidak mengerti apa yg terjadi dgn saya.
Hello Mba Desi ( aku harap bener ya namanya he he ) aku juga baru pindah ke singapore, baru aja 1 bulan. Mau lunch bareng? Atau dinner? Hari rabu temenku yg orang Sg ajak aku dinner bareng temen-temennya. Kali aja kita bisa memperluas pertemanan. Kalau mba Desi tertarik hubungi aku via email. jadi aku juga bisa belajar banyak ttg sg dr dirimu.
Hai Emma,
Maaf baru cek blog. Bisa janjian next time ya? 🙂
Halo Mbak Desi, salam kenal ya 🙂 Lama kuliah di luar tapi masih rame sama temen-temen, sekarang pas kerja berasa bgt sepinya di Singapore. Aku kerja disini dari November kemaren, mungkin kapan2 bisa meet up? I’m in a desperate need of new friends in Singapore hehe 🙂
Hai Bella,
Hayuk kalo mau ketemuan. Bisa kontak aku di FB https://www.facebook.com/sachiko.desi
Hello mbak Desi..
I read few of your writings . and I loved it 😀
and I wish I could be a writer like you and write down my mind since I’m an Introvert Type of Person. (maybe worst cause my native languange isnt Bahasa but Manado hahaha)
By reading this post, honestly created fears to live abroad (for an Introvert like me that tends to find friends with the same type of personality/characters) since I got “purposed” by a dutch. Surely gonna feel what you feel when I move to Holland.
Salam Kenal Mbak Desi, Keep on writing x
Hi Mba Desi,
Baru hari ini aku tau blog nya Dan hampir semua artikelnya aku baca. Udah setahun ini aku tinggal di China, and I do really enjoy living here. Walopun bahasanya rada sulit and gak bisa ngebacanya juga…hehehe
Aku sih bisa ngerasain gimana susahnya beradaptasi di lingkungan baru.
Untung nya disini aku udah langsung dapet temen2 baru, yang pasti gak ada orang Indonesia.
Dan bulan depan mesti balik ke Jkt, Dan rasanya gak mau pulang kalo ngebayangin macetnya..!
hi mbaa… salam kenal…
Seneng baca blognya mba desi, beberapa blognya hampir sama kayak yg aku rasain apalagi ttg suka duka pasangan bule..hehehe
Aku sekarang juga tinggal di Singapore sama pasangan aku yang kebetulan juga orang perancis.. yang bikin kesepian pas puasa gini sih makanan2 khas ala pisang ijo sampe biji salak yg disini belom tau harus cari dimana..
Oia tinggal di daerah mana mba? kapan2 kalo ada waktu bisa meetup..
cika
Halo Cika,
Yuk ketemuan… Inbox ke sini ya https://www.facebook.com/sachiko.desi
Seneng bisa liat blognya Mbak Desi. Awal taun 2017 aku juga mau pindah ikut calon suami buat nikah di Belgia, udah kepikiran sedih dulu…kerjaan dilepas, jauh dari keluarga n temen2, cultural shock, weather shock dll…kadang suka nangis sendiri ga jelas hehe, ternyata Mbak Desi juga ngalamin hal yang sama ya. Kirain aku yang suka aneh sendiri hehehe
Saya juga mengalaminya mba. Sudah 1 tahun tinggal di italy, 3 bulan terakhir ini tiap hari nangis pengen pulang ke indonesia. Homesick parah. Semakin hari semakin feel depresi. Sekarang emosi nggak bisa di kontrol. Kadang sampai lempar barang. Padahal suami luar biasa baiknya sama saya. Tapi entahlah, selalu pengen pulang. Rasanya nggak sanggup lagi.
Hi Desi, lg iseng2 browsing internet trus nyasar ke blog kamu. 🙂
Saya jg tinggal di SG dr taon 2010 sampe taon 2015 & balik lg taon 2017 ini. Saya setuju bgt sm komen2 kamu. Awal2 saya dtg ke SG taon 2010 homesick banget sampe 3 bulanan lebih. Jaman2 saya masih homesick, denger lagu “Home” gitu aja saya bs mewek, hahahaha. Tp lama2 malah suka banget tinggal disini, hehehe. Soal tetangga itu saya jg setuju, dulu saya tinggal 5 taon tetangga saya juteknya amit2 padahal tiap hari tetangga selalu lewat depan rumah saya. Tapi nggak pernah say hi sama sekali, hahaha. Ampun2 deh.
Menurut saya ada plus minus tinggal di luar negeri. Yg enak disini transpotnya nyaman sekali, kalo balik ke Indo harus ada mobil pribadi kalo nggak, repot. Tapi nggak bisa bohong, saya selalu kangen Indonesia, terutama makanannya!
Smoga2 kapan2 kita bs ketemu ya. 🙂
Hi mba desi salam kenal,
saya ami baru 2 bulan tinggal di SG dan apa yg mba bilg bener bgt.. kangen sama indonesia bgt, apapun hal yg jelek ttg indo tp ttp cinta sama kampung halaman. Terutama makanan, culture nya bikin betah, g punya temen or kenalan di sg jd berasa kesepian nya. Kpn2 kita meet up n ngobrol2 boleh?
Yeeyy i’m not alone ,, pernah stay beberapa bulan di Russia dan akhirnya bikin pengen nangis doang, serba sendirian dan kesepian,, takut sih nggak, hmm cuma kayak ada yg ilang ajah, mau sering nongkrong di cafe tapi takut kantong bolong,, yg paling nyebelin gga ada orang senyum disana, mukanya asem asem banget, hahaha. Ibarat kata kalau orang jatoh kepleset ya udah derita lo sendiri hahaha, kalau di Indo kan siap sedia ada ajah yg mau bantuin.
Pas balik ke Indo dan diajak lagi buat kesana udah ah cukup enakan disini hahaha. beda waktu diajak stay di US, masih lebih ramah dan manusiawi walaupun gga ada yg ngalahin Indonesia. Disana masih ada orang senyum dan peduli walaupun sikap nya tetep “dingin”.
Eh padahal US juga dulunya banyak imigran Eropa kan yah bahkan dijajah eropa? Kok mereka budayanya beda (walaupun gak beda beda banget) ama Eropa asli yah ?
Bener banget. Kesepian ga selalu berarti ada yg salah dari dalam diri. Aku juga sekarang merantau di Denmark, kadang ada rasa uring-uringan gitu di pikiran. Terus nyadar, hari itu aku belum punya “real convo with anyone” 😀
Hi mba Desi..akhirnya nemu tulisan ini. semuanya benar saya tinggal di Swiss udah 4 taun dulu tinggalnya di singapore.
Apa yang mba rasakan sama bgt yang saya rasakan. kadang suka lucu denger temen temen yang menggebu gebu ingin tinggal di luar negri. mungkin seperti yang mba Desi bilang mereka ngebayanginnya seperti turis. mood saya selalu up and down tinggal pinter pinter saya aja cari solusinya.
Kalau buat saya tinggal di Singapore masih jauh lebih baik di banding eropa.
Tapi balik lagi ke masing masing ya.
sukses terus ya mba
xo
Bener banget ini. Saya sudah tinggal hampir 3,5 taunan di UK, ga nyadar kok suka gampang marah2, dan juga down, walo ada suami. Tp kayak kesepian aja. Saya pun tipe pemilih kalau punya temen, pgn yang klop di hati tp blum ketemu. Tetangga di sini cuek saja. Kayak ada yang missing saja di hati. Syukurlah saya tidak gila ternyata ada yg berperasaan sama dengan saya. Terima kasih sudah nulis blog ini
Hi salam Kenal..aku jg punya sifat introvert. Agustus tahun ini ikut suami ke UK karena melanjutkan sekolah. Lagi iseng baca2 cerita pengalaman suka duka orang2 yang sudah pernah tinggal di overseas seperti apa. Eh, bisa sampai kesini 🙂
Karena aku juga sendiri..kabayang stressnya kalau tidak ada pertemanan dan kesibukan.