Sekarang ini bisnis jastip (jasa titip) banyak sekali dilakukan oleh para traveler. Fenomenal banget kayaknya, hampir semua traveler kena demam jastip. Tiap saya buka grup traveling atau grup orang Indonesia di luar negeri pasti ada aja yang posting buka jastip. Katanya sih untungnya lumayan besar. Saya pernah dengar ada orang yang traveling tujuannya cuma untuk cari barang-barang jastip, bukan karena mau berwisata.
Bagi orang-orang Indonesia yang tinggal di luar negeri, urusan titip-menitip itu biasa. Terutama jika ada orang Indonesia yang mudik atau traveling. Jenis barang yang dititip beragam. Sudah pasti yang dititip adalah sesuatu yang tidak ada atau sulit ditemukan di tempat kita tinggal. Selain itu adalah barang-barang yang harganya jauh lebih murah jika membelinya di negara lain.
Eh tapi kali ini saya bukan mau membahas tentang bisnis jastip ya. Saya cuma mau curhat berkaitan dengan urusan nitip sama teman hehehee…
Dari dulu sebenarnya suami saya gak suka dan selalu melarang saya nitip sesuatu ke teman-teman. Tapi menurut saya gak mengapa, karena saya anggap titip-menitip adalah bagian dari tolong-menolong sesama WNI di luar negeri. Toh hampir semua orang Indonesia di luar negeri melakukannya. Mungkin nitip juga budaya Indonesia, ya?? 😀
Saya bukan cuma nitip, tapi sering juga dititipi oleh teman-teman. Saling bantu aja, kan? Teman-teman saya ada yang pernah menitip buku, pakaian, kacamata, kecap, teh, kopi, bakso, dan lain-lain. Bagi saya selama ada tempat di koper atau tas saya, ya gak masalah. Saya gak pernah minta imbalan karena saya senang membantu, selama saya bisa. Kalo gak ada tempat saya bilang terus terang dari awal gak ada tempat atau gak beli bagasi, jadi maaf gak bisa dititipi.
Selama ini saya tidak pernah ada masalah dengan teman-teman dalam urusan nitip atau dititipi. Tapi suatu hari sampailah sebuah cerita di telinga saya. Ternyata ada yang ngomong di belakang saya, katanya saya gak bayar jastip kepada salah satu teman yang saya titipi. Ah, saya jadi males menyebutnya teman. Teman kok gitu?? 🙁
Kecewa bangetlah saya! Kan antara saya dan dia gak pernah buat perjanjian untuk membayar. Lagipula kalau mau dibayar harusnya bilang dari awal. Saking sebelnya saya timbang barang titipan saya, karena saya mau tau seberapa pengaruhnya barang saya bikin berat koper dia. Saya punya timbangan digital di rumah yang bisa mengitung berat mulai dari 1 gram. Tau berapa berat titipan saya?? Angka yang tertera di timbangan adalah 185 gram! So, dia keberatan membawakan titipan saya yang beratnya setara dengan sabun mandi batangan secara gratis.
Oh ya, saya kalau nitip sesuatu ke teman gak pernah minta dicarikan barangnya. Saya gak mau teman jadi tambah repot karena harus mencari barang saya. Saya biasanya beli di toko online lalu barangnya dikirim ke rumah teman pakai Pos atau Gosend.
Saya mau negur dia, tapi saya mikir lagi. Mungkin ini memang kesalahan saya. Kesalahan saya adalah saya polos banget menganggap semua orang punya pikiran yang sama dengan saya, bahwa pertemanan adalah kasih – dimana jasa tidak selalu dihargai dengan uang. Yup, kalau dengan teman – apalagi yang sering ketemu, saya gak pernah minta uang jastip kalau dititipi. Saya melakukannya dengan ikhlas, based on friendship.
Alhasil saya sekarang trauma kalau mau nitip ke siapa pun. Padahal saya sih gak itung-itungan kalau sama teman. Kalau saya pelit ngapain saya selalu bawa makanan kalo lagi ngumpul sama teman-teman. Ngapain saya repot-repot masakin teman yang kalau dihitung bahan-bahan masakan saya harganya lebih dari SGD7. Aduh maaf, jadi ungkit-ungkit gini ya… Maklum ya, orang lagi kecewa… 🙁 Oh ya, SGD7 itu fee jastip standar untuk membawakan barang seberat 1 kilogram dari Indonesia ke Singapura. Ada yang kurang atau lebih dari itu, umumnya kisaran SGD5-SGD8 per kilogram, tergantung orangnya.
Saran saja bagi kamu yang mau traveling atau tinggal di luar negeri, terbukalah dengan teman kamu. Jika kamu tidak mau dititipi bilang terus terang. Begitu pula jika memang kamu ingin dibayar (jastip). Bilang dari awal bahwa kamu pakai sistem jastip karena kamu perlu bayar bagasi. Begitu kan jelas!
Suatu hubungan (menikah, pacaran, berteman) itu perlu keterbukaan. Tanpa keterbukaan suatu hari akan rusak hubungannya. Seperti pengalaman saya ini. Jika kamu tidak bicara terus terang bagaimana teman tahu maksud kamu?? Mungkin ada yang bilang; “Harusnya gak perlu diomongin, yang nitip pake perasaan aja kasih uang sekedar untuk terima kasih…” Lho, manusia kan tidak bisa membaca pikiran manusia lain, memangnya semua manusia punya indera ke-6 bisa tahu pikiran orang??
Kini saya makin berhati-hati untuk berteman, karena tidak semua teman ikhlas membantu kita. Ada orang yang menilai persahabatan lebih penting daripada uang, tapi ada juga yang menilai uang di atas persahabatan.
Salam ikhlas,
Desi Sachiko
PS:
Cerita ini tidak ada maksud untuk menjelekkan siapa pun. Saya tidak menyebut nama, cici-ciri, atau clue yang mengarah pada seseorang. Saya hanya berbagi pengalaman agar bisa dijadikan pelajaran bagi siapa pun yang akan menitip sesuatu pada teman.
Featured pic taken from quotefancy.com
Baca Juga:
Traveling Bawa Banyak Barang? Beli Bagasi Dong!
*
Suka artikel ini? Silakan bagikan:
Leave A Reply