Menurut saya pada saat ini tidak ada satu negara pun di dunia ini yang bisa dinyatakan aman untuk dikunjungi. Hampir semua negara di dunia sudah terkena virus Covid-19. Jika ada negara yang belum terkena mungkin karena tidak terdeteksi disebabkan oleh beberapa faktor seperti test tidak akurat, keterbatasan test kit, atau orang yang terinfeksi tidak memeriksakan diri ke dokter.
Banyak orang masih semangat traveling meski virus sudah menyebar ke mana-mana. Terbukti di grup-grup traveling masih ramai berbagi info dan bertanya mengenai negara-negara yang akan mereka kunjungi. Berbeda dengan saya, yang memutuskan tidak traveling dulu selama virus Covid-19 ini masih naik daun menikmati kepopulerannya.
Saat level DORSCON (Disease Outbreak Response System Condition) Singapura masih di level kuning, saya sudah berencana berhenti traveling. Lalu ketika level naik ke oranye saya makin mantap berhenti traveling. Saya tidak ke Jakarta dulu dan tidak juga ke negara-negara lain. Saya juga bilang ke suami bahwa saya tidak akan pergi ke Prancis di bulan Mei nanti.
Saya memiliki banyak alasan yang membuat saya memilih tetap berdiam di Singapura selama Covid-19 masih merebak, yaitu:
Resiko Tertular di dalam Pesawat Cukup Besar
Kabin pesawat adalah ruang tertutup yang selalu bersuhu dingin. Di mana dalam suhu dingin virus Covid-19 dapat bertahan lama. Di dalam pesawat kita duduk sangat berdekatan dengan penumpang lain. Kita tidak tahu apakah orang-orang yang duduk dekat dengan kita terinfeksi virus atau tidak. Pada masa inkubasi tidak ada gejala yang tampak, namun pada masa inkubasi virus sudah bisa menular ke orang lain. Belum tentu layar hiburan, kursi, dan meja lipat dibersihkan secara sempurna. Di dalam pesawat kita juga menggunakan toilet bersama-sama. Toilet adalah salah satu tempat yang sangat mudah menularkan virus dan bakteri. Beberapa cabin crew pesawat sudah diketahui terkena Covid-19.
Bandara adalah Jalan Masuk Virus
Bandara adalah tempat berkumpulnya orang-orang dari berbagai negara. Bisa dibilang jalan masuk virus ke suatu negara adalah melalui bandara. Pengecekan suhu tubuh atau kesehatan di bandara tidak menjamin orang yang terkena virus bisa terdeteksi. Kadang orang yang kurang sehat sudah minum obat sebelumnya sehingga saat diperiksa suhu tubuh sudah kembali normal. Silakan baca berita tentang petugas imigrasi dan kepala bandara yang terkena Covid-19.
Tidak Semua Negara Memberikan Perawatan Covid-19 Gratis
Tiap negara memiliki peraturan berbeda. Ada negara yang memberikan perawatan gratis bagi orang asing terkait Covid-19, tapi ada juga yang tidak. Salah satu negara yang tidak lagi memberikan biaya perawatan gratis bagi orang asing atau turis yang terkena Covid-19 adalah Singapura. Peraturan ini berlaku mulai tanggal 7 Maret 2020 setelah ada beberapa imported case dari Indonesia. Untuk informasi saja, biaya perawatan untuk penyakit pernapasan di Singapura berkisar antara SGD6000-SGD8000. Entah kalau di negara lain.
Travel Insurance Tidak Memberikan Perlindungan Covid-19
Saat ini tidak ada travel insurance yang memberikan perlindungan untuk kasus Covid-19. Alasannya karena Covid-19 masuk dalam kategori pandemik, sehingga tidak masuk hitungan penggantian asuransi. Pada tanggal 11 Maret 2020 WHO secara resmi telah mengumumkan bahwa Covid-19 sebagai pandemik (penyakit baru yang menginfeksi manusia, menyebabkan penyakit berbahaya, dan dapat menyebar dengan mudah dan berkelanjutan). Mau protes ke asuransi? Perusahaan asuransi akan berkata βSudah tahu di negara itu ada virus, kenapa masih ke situ??β π
Peraturan Imigrasi Bisa Berubah Tiba-Tiba
Peraturan imigrasi saat ini mengikuti perkembangan virus sehingga keputusan yang diambil oleh suatu negara bisa terjadi secara tiba-tiba. Seperti negara Italy yang melakukan tindakan lockdown. Saat malam hari saya membaca berita hanya ada beberapa daerah yang di-lockdown di Italy, eh paginya saya baca Italy sudah melakukan lockdown untuk seluruh wilayah di negara tersebut. Contoh lainnya adalah penghentian ibadah umroh di Arab Saudi bagi seluruh Jemaah seluruh dunia sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Saya ingat peraturan ini efektif jam 12 siang, sedangkan hari itu masih ada jemaah yang terbang di pagi hari. Akhirnya sampai Arab Saudi mereka tidak bisa masuk.
Nggak kebayang seandainya saya masih dalam perjalanan di pesawat dan terjadi perubahan peraturan. Saat landing baru tahu tidak bisa masuk, ketika mau kembali ke negara semula ternyata negara itu juga tiba-tiba melakukan lockdown. Bisa bernasib seperti film The Terminal kan ya? Terjebak di bandara untuk jangka waktu lama. Oh ya, pemain film The Terminal, Tom Hank dan istrinya – kabarnya terkena virus Covid-19 di Australia.
Malas Menjalani Proses Karantina
Beberapa negara mewajibkan karantina bagi pengunjung yang datang dari negara-negara tertentu. Karantina juga harus dilakukan secara pribadi jika kita sadar akan kesehatan orang lain. Misalnya saya baru kembali dari negara yang terjangkit virus, maka saya sebaiknya melakukan karantina diri sendiri di rumah selama minimal 14 hari dan tidak bertemu siapa pun. Malas juga kan kalau harus menjalani proses karantina, selain bosan juga menghabiskan waktu.
Rasisme Terhadap Ras Asia Meningkat
Rasisme terhadap ras Asia terkait Covid-19 bukan hoax. Terbukti saat ini polisi Inggris sedang melakukan penyelidikan atas kasus pemukulan pelajar Singapura di Inggris karena dianggap pembawa virus. Pernah juga baca di grup traveling ada yang diteriaki “Corona… Corona!” dan restoran-restoran tidak mau melayani tamu dari ras Asia. Rasisme ini tidak menimpa ras China saja tapi wajah-wajah Asia Tenggara pun kena juga. Memang tidak semua ras Asia mengalami rasisme, tapi kalau kita lagi sial siapa yang tahu??
Tidak Mau Menjadi Carrier
Ini adalah salah satu alasan saya tidak mau mengunjungi Indonesia atau negara suami pada saat ini. Saya tidak mau menjadi carrier (pembawa) virus. Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi, siapa tahu kita sudah terinfeksi virus tapi belum menyadarinya. Bisa juga kita tertular virus saat di perjalanan, di dalam pesawat atau bandara. Saya tidak mau keluarga saya dan keluarga suami saya terkena virus karena saya yang menularinya. Apalagi usia orang tua sudah di atas 70 tahun semua. I donβt want to feel guilty. Better safe than sorry.
Tidak Mau Terkenal
Nah kalau poin ini alasan khusus kenapa gak mau balik ke Indonesia dulu. Biasa deh ya, di Indonesia itu berita apa pun cepat menyebar. Media gampang banget membuka identitas korban. Kalau sampai saya kena virus di Indonesia nanti saya kan langsung terkenal se-Indonesia raya π Bisa jadi malah meninggal karena stress di-bully bukan karena virusnya π
Tempat Wisata Banyak yang Tutup
Untuk menekan penyebaran virus banyak tempat-tempat wisata yang ditutup seperti taman-taman, theme park, museum, pasar, dan lain-lain. Contoh tempat wisata yang ditutup adalah Louvre museum di Paris dan Tokyo Disney di Jepang. Info lainnya googling aja ya. Banyak negara juga sudah membatalkan acara-acara yang melibatkan banyak orang, seperti konser musik, pameran, balapan, dan lain-lain. Festival bunga sakura (cherry blossom) di Jepang pun dibatalkan. Rugi banget kan kalau traveling tapi tidak bisa menikmati obyek-obyek wisata di sana.
Kita Cenderung Salah Menilai Kondisi Tubuh
Virus Covid-19 dikatakan tidak akan menyerang jika imun atau daya tahan tubuh kita baik. Tapiiiiiβ¦ Seberapa kita tahu tentang tubuh kita sendiri?? Sedangkan kita sering tidak bisa menangkap sinyal-sinyal yang diberikan tubuh saat kita kurang sehat. Merasa sehat belum tentu daya tahan tubuh baik. Memangnya kita cek darah tiap hari? Cek gula darah tiap hari? Cek detak jantung tiap hari? Cek paru-paru tiap hari? Cek ginjal tiap hari? Sedangkan cek berat badan aja mungkin belum tentu dilakukan sebulan sekali π
Banyak orang heran karena merasa sehat-sehat saja tapi ternyata terkena virus juga. Ini karena kita menilai ketahanan tubuh kita berdasarkan perasaan saja. Selain itu traveling atau berwisata cukup membuat tubuh lelah. Perjalanan sekian jam di pesawat, kereta, atau bus membuat kita kurang tidur atau tidur tidak berkualitas. Apalagi ditambah lelah setelah mengunjungi obyek-obyek wisata. Saat tubuh lelah daya tahan tubuh menurun sehingga mudah terserang penyakit.
Sesuai dengan Anjuran Nabi Muhammad SAW
Sebenarnya saya tidak mau membawa agama di dalam tulisan-tulisan saya. Tapi menurut “google analytics” pengunjug blog ini 90% adalah orang Indonesia yang mayoritas beragama Islam, jadi ya sekedar megingatkan aja… Begitu kan ya biasanya kalo nitizen nulis?? “Maaf sekedar mengingatkan” wkwkwkwk… π
Dari Hadis Riwayat Al β Bukhar diketahui bahwa cara nabi Muhammad SAW menangani wabah penyakit di zamannya adalah dengan cara menempatkan para penderitanya jauh dari pemukiman penduduk. Cara ini sekarang disebut dengan karantina. Nabi Muhammad SAW juga berkata: “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” Kalau sekarang cara ini dikenal dengan sebutan lockdown. Jadi saat ini lebih baik jika kita diam di tempat sementara waktu untuk meminimalisir penyebaran virus.
Saya sering mendengar dari mereka yang baru pulang traveling bilang begini; “Biasa-biasa aja kok di sana” atau “Selama saya di sana aman-aman aja kok” – Iya aman, kan gak ada kerusuhan atau bom meledak. Yang kita omongin ini virus, gak bisa dilihat pakai mata. Jadi bisa bilang aman dari mana? π Memang urusan mati Tuhan yang menentukan, tapi urusan sakit biasanya dari kelalaian manusianya. Menderita karena sakit ditambah jadi terkenal, kan gak enak juga rasanya.
Jika ingin tetap traveling pastikan tubuh memang benar-benar sehat dan jaga kebersihan diri maupun kebersihan benda-benda yang kita gunakan. Tapi bicara soal kebersihan juga tidak menjamin Anda yang sudah merasa bersih bisa terbebas dari virus. Standar kebersihan tiap orang juga beda-beda. Contoh, bagi orang lain sendok dan garpu di food court sudah bersih, tapi dari dulu saya punya kebiasaan mengelapnya dengan tissue sebelum digunakan. Apalagi sekarang, meja food court pun saya lap dulu dengan tissue basah antiseptik. Saya juga paling anti menaruh sendok dan garpu di serving tray (baki) food court. Karena kita tidak pernah tahu apakah baki-baki itu selalu dicuci atau tidak pernah dicuci selama bertahun-tahun.
Saya tidak menyuruh orang untuk berhenti traveling. Itu hak asasi, kan? Lagipula tingkat kepanikan orang pun beda-beda. Apa yang saya tulis ini hanya pendapat pribadi saya saja. Jika masih ingin traveling silakan saja tapi jaga kesehatan dan tetap waspada! π
Salam sehat!
Desi Sachiko
Baca juga:
[Corona Virus] Singapore Aman Gak, Sih??
Cara Memakai dan Melepas Masker yang Benar
*
Comment
Kayaknya Covid-19 ini semacam kode keras buat manusia untuk menyetop dulu mobilitasnya, supaya bumi bisa bernapas sejenak. π