Keguguran (pregnancy loss atau miscarriage) adalah berhentinya kehamilan atau berakhirnya hidup janin sebelum usia kehamilan mencapai 20 minggu. Menurut hasil riset, 1 dari 4 wanita di seluruh dunia mengalami keguguran.
Ada beberapa faktor penyebab keguguran, tapi ada juga yang tidak diketahui dengan jelas. Namun di sini saya tidak akan membahas tentang hal itu. Saya lebih tertarik membahas apa yang dirasakan para wanita setelah mengalami keguguran.
Tidak banyak orang yang tahu bagaimana perasaan sebenarnya yang dirasakan oleh wanita yang mengalami keguguran. Hal ini terjadi karena orang jarang membahasnya secara detail karena dianggap memalukan. Keguguran dianggap sebagai kegagalan dan sebaiknya orang tidak perlu tahu. Hal ini membuat wanita yang mengalami keguguran harus menyimpan dalam-dalam perasaannya sendiri. Saya kaget karena ternyata teman-teman saya banyak yang mengalami keguguran tapi mereka rahasiakan. Mereka baru cerita ke saya ketika tahu saya keguguran juga.
Wanita yang mengalami keguguran pasti menerima banyak penghiburan, baik berupa ucapan duka, empati, saran, atau nasihat bijak. Meskipun penghiburan bertujuan untuk meringankan beban namun kadang yang terjadi malah sebaliknya. Tanpa disadari kata-kata penghiburan malah seperti memaksa wanita yang keguguran untuk cepat-cepat move on, seolah-olah tidak boleh bersedih.
Banyak orang yang berpikir keguguran bukan hal yang besar, karena baru merasakan hamil beberapa minggu. Namun menurut para Psikolog, rasa kehilangan karena keguguran tidaklah ringan, karena rasanya hampir mirip dengan rasa kehilangan atau meninggalnya anggota keluarga yang lain. Mengapa? Karena sejak hari pertama wanita mengetahui dirinya hamil, langsung terbentuk ikatan yang kuat dengan si janin. Jadi meski belum menjadi bayi rasanya tidak kalah sedih dengan rasa kehilangan anak.
Sayangnya sampai saat ini keguguran dianggap bukan hal besar sehingga tidak ada aturan cuti khusus keguguran (cuti melahirkan dan cuti mens ada). Padahal efek emosional setelah keguguran tidak ringan dan ada yang perlu waktu lama untuk kembali normal. Banyak wanita mengalami trauma dan depresi setelah keguguran.
Saya sendiri mengalami keguguran pada bulan Juli 2020. Dokter mengatakan janin saya tidak berkembang atau berhenti tumbuh. Saat itu saya merasakan kesedihan yang panjang, perasaan kosong, dan gampang menangis. Ada rasa kemarahan dan ketidakadilan, kenapa harus saya yang mengalaminya? Kenapa ada orang yang punya anak banyak tidak pernah keguguran?? Ada perasaan aneh tiap kali saya melihat wanita hamil saat saya keluar rumah. Mata saya selalu berkaca-kaca tiap melihat orang yang membawa bayi, lalu ngomong ke diri sendiri “seharusnya sudah ada bayi di pelukan saya sekarang”. Perasaan ini masih muncul sampai saat ini (hampir setahun) meski tidak sekuat dulu.
Reaksi dari orang-orang ketika mengetahui saya mengalami keguguran beragam. Ada yang ingin saya cepat-cepat melupakan kejadian itu. Ada yang seolah-olah menyalahkan saya. Memang biasanya ketika terjadi keguguran si wanita dianggap kurang menjaga kehamilannya. Banyak hal yang menurut saya seharusnya tidak perlu dikatakan atau dipertanyakan karena saya juga tidak tahu kenapa ini bisa terjadi.
Berikut ini adalah hal-hal yang sebaiknya tidak dilontarkan kepada wanita yang mengalami keguguran. Hindari komen-komen seperti ini:
KOMEN-KOMEN MENYALAHKAN
“Kamu stress kali ya?”
“Kamu kurang istirahat atau kurang makan kali ya?”
“Kamu jalan terus sih, harusnya di rumah aja dulu”
Bayangkan bagaimana rasanya baru saja kehilangan lalu ada yang komen seperti itu. Sepertinya keguguran terjadi karena si wanita tidak bisa menjaga kehamilannya dengan baik. Banyak kok orang yang tiap hari kerja pagi sampai malam dan naik kendaraan umum tapi kehamilannya baik-baik saja.
KOMEN-KOMEN MENYURUH BERSYUKUR
“Setidaknya kamu pernah merasakan hamil”
“Paling tidak kamu jadi tau, kamu bisa hamil”
“Bersyukur aja, kamu masih punya anak yang lain” (bagi yang sudah punya anak).
Ini orang Indonesia banget. Kalau kecelakaan masih bersyukur tidak sampai meninggal. Rumah masih ngontrak juga bersyukur daripada tidur di jalan. Bersyukur itu memang harus, tapi kalau baru saja kehilangan lalu disuruh bersyukur, rasanya seperti dibilangin: “ya udah terima aja nasib, gak buruk-buruk amat kok!
KOMEN-KOMEN AGAMIS
“Berarti belum rejekinya”
“Mungkin belum dipercaya Tuhan”
“Tuhan punya rencana lain”
Komen-komen yang berkaitan dengan sang Pencipta dianggap sebagai komen yang paling aman. Namun pandangan dan kepercayaan orang terhadap agama berbeda-beda. Justru ada orang yang malah merasa makin down dengan komentar-komentar seperti ini. Seolah-olah dinilai tidak cukup baik atau tidak cukup beriman untuk menerima karunia dari Tuhan.
KOMEN-KOMEN OPTIMIS
“Semangat! Coba lagi ya”
“Abis keguguran biasanya cepat hamil lagi lho”
Optimis memang perlu banget. Cuma kalau kata-kata semangat diberikan pada wanita yang baru saja keguguran biasanya tidak berpengaruh. Lagipula tidak ada jaminan setelah keguguran bisa cepat hamil lagi. Banyak kok orang yang keguguran dan bertahun-tahun belum hamil lagi. Mencoba hamil lagi bukan hal yang mudah. Justru komen-komen ini makin membuat sedih jika si wanita ternyata punya masalah kesehatan atau usia yang tidak muda lagi. Rasanya ingin teriak “You don’t understand! I might lose my last chance!” 🙁
KOMEN-KOMEN EMPATI
“Aku tau yang kamu rasain kok, dulu aku juga begitu”
“Aku juga dulu keguguran, sekarang anakku udah tiga”
Inti dari komen empati adalah “Aku bisa melaluinya, kamu juga bisa!”. Namun komen empati tidak selalu membuat kita merasa senasib. Proses tiap orang untuk keluar dari kesedihan berbeda. Ada yang butuh waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun untuk kembali normal. Selain itu situasi orang pun berbeda-beda. Kamu keguguran waktu masih muda, saya keguguran saat sudah tidak muda lagi.
KOMEN-KOMEN TANPA PERASAAN
“Nanti juga dapat gantinya”
“Jangan terlalu dipikirin, itu kan masih gumpalan belum jadi bayi”
Asli, ini adalah komen-komen paling jahat. Dapat gantinya?? Saya mau bayi yang itu! Bukan yang lain atau yang nanti. Kehilangan gumpalan atau bayi rasa sedihnya sama.
INTERVIEW & SARAN
“Kenapa kok bisa gitu?”
“Sebabnya apa?”
“Harusnya banyakin makan kurma muda”
“Kalau hamil lagi sebelum 3 bulan jangan pengumuman dulu”
Mana saya tau sebabnya janin saya berhenti tumbuh, karena sebelumnya baik-baik saja. Memangnya kurma muda bisa menolak takdir? Banyak kok orang yang sudah pengumuman di awal kehamilan dan hamilnya lancar-lancar saja.
Wanita yang mengalami keguguran seharusnya diberi ruang dan waktu untuk berduka. Jangan berusaha membuatnya untuk segera melupakan kesedihannya. Karena proses penyembuhan jiwa seseorang membutuhkan waktu dan cara yang berbeda-beda. Jangan memberi pertanyaan, komen, atau saran yang malah melukai hatinya.
Saat ada teman atau keluarga yang mengalami keguguran, cara yang terbaik adalah dengan menutup mulut namun melebarkan telinga. Tahan untuk memberi banyak komentar tapi ganti dengan mendengarkan. Dengarkanlah saat dia bercerita, walau dia sudah bercerita berkali-kali dan kamu merasa bosan. Biarkan dia mengekspresikan rasa sakit dan kesedihannya. Tawarkan bantuan apa yang bisa kita bantu untuk membuatnya lebih tenang. Tunjukkanlah bahwa kita juga berduka dan yakinkan bahwa kita akan selalu ada untuk dia.
Perasaan wanita keguguran sangat sensitif, kata-kata motivasi belum tentu bisa diterima dengan baik. So just say, “I’m here if you need to talk…” It’s enough.
Selamat Hari Ibu Internasional 09 Mei 2021.
Desi Sachiko
*
PITA PINK & BIRU
Pita pink dan biru adalah lambang Baby Loss Awareness, termasuk kehilangan selama kehamilan dan setelah kehamilan (keguguran, kematian bayi dalam kandungan, kematian bayi yang baru dilahirkan, dan kematian bayi berumur kurang dari 12 bulan).
Leave A Reply