Pasti kita sudah biasa melihat nama wanita yang menikah dengan bule menggunakan nama belakang yang diambil dari nama keluarga suami. Memang di negara-negara barat ada tradisi menambah nama belakang wanita dengan nama keluarga suaminya setelah menikah.
Sebelumnya saya terangkan dulu bahwa “nama keluarga” (surname) adalah nama belakang yang digunakan turun-temurun oleh seseorang dan keturunannya sejak berabad-abad lalu (nama belakang dari nenek moyang). Nama keluarga ini berfungsi untuk menunjukkan identitas, keturunan genetik, dan juga untuk urusan warisan. Nama keluarga umumnya diturunkan dari pihak lelaki.
Nama orang bule biasanya terdiri dari dua atau tiga kata, jarang yang lebih dari itu. Jadi misalnya nama “Liv Rundgren Tyler”, Liv Rundgren adalah nama si anak dan Tyler adalah nama keluarga, bukan nama ayahnya. Sedangkan dalam Islam yang digunakan adalah nama ayah. Nama dalam Islam contohnya “Nur Najwa Binti Jamil”. Nama “Jamil” di sini adalah nama ayah, bukan nama keluarga. Bin artinya “putra dari” dan Binti artinya “putri dari”.
Orang Indonesia memang tidak menggunakan nama keluarga. Jangankan nama keluarga, nama ayah saja jarang sekali dipakai oleh anaknya. Umumnya yang terjadi di Indonesia adalah setelah seorang wanita menikah, nama panggilannya malah diganti menjadi nama suami. Misalnya nama wanita sebelum menikah “Tassya Amanda” lalu menikah dengan “Tommy Agusta”, setelah menikah malah dipanggil dengan “Ibu Tommy”. Meski hanya panggilan tapi menurut saya ini aneh 😀
Bagi sebagian orang Indonesia, menggunakan nama keluarga suami kadang dianggap pamer, terutama bagi mereka yang menikah dengan bule. Tidak jarang ada orang berkomentar begini: “Cieee… yang nikah ama bule, namanya langsung ganti wkwkwkwk…”. Sebelum julid dengan istri-istri bule, sebaiknya Anda tahu bahwa penggunaan nama keluarga suami sangat penting di luar negeri.
Di negara-negara barat, jika seorang wanita telah menikah maka seluruh dokumennya ditambahkan nama keluarga suami. Penggunaan nama keluarga suami adalah bagian dari identitas bahwa wanita tersebut sudah menikah. Jika sudah menikah tidak menggunakan nama keluarga suami, akan diragukan apakah benar dia sudah menikah. Contohnya seperti saya yang tidak menggunakan nama keluarga suami, kadang ini menjadi masalah di imigrasi luar negeri atau untuk urusan yang berkaitan dengan dokumen. Mereka akan bertanya, “kamu ngaku sudah menikah, tapi mana nama keluarga suamimu?”
Lalu mengapa seorang wanita menikah harus menggunakan nama keluarga suami? Sebenarnya tradisi ini datang dari sistem patriarki, yaitu ideologi dimana laki-laki yang mendominasi. Kalau menurut saya, ini juga ada hubungannya dengan perpindahan tanggung jawab. Tanggung jawab yang tadinya ada pada ayah berpindah ke suami setelah menikah. Apalagi zaman dahulu wanita tidak bekerja, sehingga suami bertanggung jawab seluruhnya dalam hal keuangan.
Saat seorang wanita menikah artinya dia telah diserahkan oleh keluarganya untuk pindah ke dalam keluarga baru (keluarga suami). Saat menikah di gereja, ayah yang mengantarkan putrinya masuk ke dalam gereja untuk diserahkan kepada lelaki yang akan dinikahi. Dalam Islam juga sama, saat akad nikah ayah kandung wajib hadir untuk menikahkan putrinya. Pernikahan adalah simbol perpindahan tanggung jawab dari ayah ke suami.
Menurut saya, zaman sekarang menggunakan nama keluarga suami tidak penting lagi. Kenapa istri harus pakai nama keluarga suami? Bagaimana kalau dibalik suami yang memakai nama keluarga istri? Kan dunia barat banyak bicara tentang equality, kenapa tradisi ini masih dipakai? Apalagi zaman sekarang banyak wanita yang juga bekerja, ikut men-support rumah tangga. Duh, sisi feminis saya keluar nih ngomongin ginian hahaha… 😀
Bagi mbak-mbak yang menikah dengan bule terserah saja mau menggunakan nama keluarga suami atau tidak. Jika menetap di negara-negara bule sepertinya mau tidak mau ikut tradisi di sana. Tapi banyak juga istri yang menggunakan nama keluarga suami untuk alasan memperjelas cinta dan komitmen.
Saya memilih untuk tidak menggunakan nama keluarga suami. Bukan karena saya nggak cinta suami lho ya, tapi menurut saya wanita berhak atas namanya sendiri. Saya lebih nyaman kalau tidak bawa-bawa nama yang ada sangkut pautnya dengan suami. Saya mau jadi diri sendiri gitu lah hehehee…
Saya sudah googling apakah penambahan nama keluarga suami ada aturan hukumnya dan apa sangsinya jika tidak menggunakannya. Tapi sampai saat ini saya tidak mendapatkan aturan tertulis itu. Jadi menurut saya ini adalah bagian dari tradisi namun sudah lama ikut masuk dalam sistem administrasi sipil, namun tidak wajib sebenarnya.
Salam,
Desi Sachiko
Mohon komen jika ada yang tahu aturan tertulis tentang nama keluarga suami ini. Saya benar-benar ingin membaca aturan tertulisnya bahwa penggunaan nama suami wajib di luar negeri. Jika jelas tidak wajib saya bisa “melawan” jika ada yang mempermasalahkan saya tidak menggunakan nama keluarga suami. Terima kasih.
Baca juga:
Cuma Modal Kulit Hitam Doang Bisa Dapat Bule??
Mengapa Kulit Gelap Lebih Menarik di Mata Bule?
Leave A Reply