Di Indonesia, menikah adalah bentuk pengakuan “kesempurnaan” perjalan hidup seseorang. Semakin cepat menikah semakin baik. Kini ajakan-ajakan yang menyarankan untuk menikah di usia muda terasa semakin banyak seiring berkembangnya media online. Ajakan tersebut erat berkaitan dengan dakwah atas nama agama.
Banyak orang tua yang mendesak anaknya untuk segera menikah ketika melihat anaknya sudah mulai pacaran. Orang tua senang jika anaknya cepat mendapatkan jodoh, “sudah laku” kalau kata orang! Alasan lainnya adalah agar menghindari zina. Dengan menikah ada penyaluran hasrat seksual yang halal hingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti hamil di luar nikah, atau hamil tidak diketahui siapa bapak bayinya.
Selain orang tua, memang banyak juga pasangan muda yang “gatel” ingin buru-buru menikah karena membayangkan enaknya saja. Maklum, orang yang jatuh cinta pasti ingin selalu bersama tanpa ada yang melarang.
Menikah dijadikan sebuah cara jitu untuk mencegah “kecelakaan” daripada harus mengajarkan anak tentang seks, kontrasepsi, reproduksi manusia, dan harga diri. Menikah bukan satu-satunya cara berdamai dengan hasrat seksual. Manusia memiliki anugerah otak untuk mengedalikan nafsu seks dan dibantu oleh prinsip hidup yang kuat!
Menurut saya, menikah muda dapat memberi dampak negatif pada individu yang terlibat dan dampak negatif pada perkembangan bangsa juga. Inilah beberapa kelemahan yang saya lihat dari banyak pasangan yang menikah muda di sekitar saya:
Belum stabil dalam hal ekonomi.
Masalah keuangan adalah salah satu penyebab tertinggi kasus perceraian di dunia. Pasangan yang menikah muda sudah pasti belum mandiri dalam hal keuangan. Ada yang belum bekerja (masih kuliah), ada juga yang bekerja dengan gaji yang pas-pasan (kecil) karena masih baru bekerja, belum memiliki banyak pengalaman. Pasangan muda biasanya masih banyak tergantung pada orang tua. Merepotkan orang tua mulai dari biaya pernikahan, bantuan biaya kontrak rumah, biaya melahirkan, sampai dibantu menutupi kekurangan biaya hidup sehari-hari. Jika orang tuanya mampu mungkin tidak masalah, tapi bagaimana jika orang tuanya juga susah?? Dari bayi sudah merepotkan orang tua, masa sampai menikah masih merepotkan orang tua juga?? Kapan berbaktinya??
Belum dewasa secara emosional.
Kedewasaan adalah sesuatu yang bertambah seiring dengan pertambahan usia. Memang ada orang yang lebih dewasa dibandingkan dengan umurnya, tetapi itu sangat jarang terjadi. Sikap yang tidak dewasa sering membuat pasangan muda sering bertengkar. Salah satu yang tidak dewasa saja sering membuat konflik, bagaimana jika dua-duanya tidak dewasa?? Selain itu pasangan muda akan mudah terserang stress karena perbedaan cara hidup dan tanggung jawab ketika sebelum menikah dan setelah menikah.
Mudah terjadi perselingkuhan.
Pasangan yang menikah muda tentu belum banyak pengalaman bergaul dengan lawan jenis. Saat sudah menikah, tak jarang mereka bertemu dengan lawan jenis yang (ternyata) lebih memikat, lebih cantik/tampan, lebih pintar, lebih mengerti, pokoknya lebih baik dari pasangannya saat ini. Di sinilah akhirnya mereka merasa tidak yakin dengan pasangannya dan telah salah memilih pasangan hidup.
Belum puas menikmati masa muda.
Masa muda harus dinikmati (dalam hal positif tentunya!). Banyak pasangan yang menikah muda merasa terbatasi geraknya. Mereka sulit untuk bisa kumpul-kumpul dengan teman-teman, traveling, bergaya mengikuti fashion, dan lain-lain. Jika sudah menikah tentu saja sudah memiliki tanggung jawab yang berbeda. Istri atau suami tidak bisa seenaknya melakukan hal-hal lain di luar rumah tangga, apalagi jika sudah memiliki anak.
Belum Banyak Pengalaman Hidup.
Kurangnya pengalaman hidup dapat menyebabkan kesalahan dalam mengambil keputusan-keputusan, misalnya dalam memutuskan membeli rumah, kendaraan, atau dalam memilihkan sekolah untuk anak. Sedikit banyak hal ini tentu saja akan membuat masalah pada kehidupan rumah tangga.
Tidak bisa mendidik anak.
Saya sering sekali melihat ibu-ibu muda yang mendidik anak dengan cara yang salah. Contoh: Banyak ibu-ibu muda lebih suka ber-BBM daripada memperhatikan anaknya atau menjawab pertanyaan anaknya dengan sabar. Demi tidak ingin terganggu, si ibu kerap menakuti anaknya agar tidak rewel. Cara mendidik anak bukan hanya berpengaruh pada karakter anak dan masa depannya, namun juga berpengaruh pada kemajuan bangsa ini. Contoh: saya sering melihat anak yang makan permen di dalam angkot, lalu si ibu menyuruh anaknya membuang bungkus permen melalui jendela angkot. Kalau banyak anak-anak dibiasakan membuang sampah sembarangan sejak kecil, tentu sampai besar anak tersebut tidak akan peduli dengan kebersihan. Jadi, jangan heran jika negara kita kotor dan selalu terkena banjir!
Jika hanya asal menikah (asal ada yang mau, asal seagama, asal sesuku, asal senegara, asal sudah kerja, dan asal-asal lainnya) tentu saja itu mudah. Namun hidup setelah pesta pernikahan usai tidak semudah seperti yang dibayangkan. Banyak diantaranya harus bercerai. Beban akan bertambah bagi si wanita, karena status janda memiliki image yang buruk di mata masyarakat Indonesia.
Menikah muda tidak selalu enak dan berakhir bahagia. Nikmatilah dulu masa muda Anda dan isi dengan hal-hal kreatif yang positif. Buat prestasi dan jelajahi dunia! Silahkan saja bagi yang berniat menikah muda tapi sebaiknya dipikirkan secara matang, bukan karena didorong oleh orang tua dan lingkungan, atau ingin menikmati seks semata!
Salam muda!
Desi Sachiko
Featured image taken from huffingtonpost.com
*
Suka artikel ini? Silakan bagikan:
5 Comments
Padahal belum mengalami sendiri, tapi kok seolah2 sudah sangat berpengalaman yaa 🙂 hehe
Halo Isti,
Untuk tahu sesuatu saya tidak harus melakukan atau mencoba sesuatu sendiri, saya banyak mengamati dan mempelajari berbagai hal dari orang-orang lain, terutama lingkungan dan teman-teman. Untuk tahu bahaya narkoba Anda tidak perlu menggunakan narkoba pada diri Anda sendiri, bukan? 🙂
Aku menikah muda dengan pria yg sudah memiliki penghasilan, rumah dan juga usaha. Usiaku 19 tahun dan sekarang sdg hamil anak pertama. Pernikahanku berjalan cukup baik, kalau dibilang nikah muda itu lebih banyak dampak negatif nya, kurasa tidak juga 🙂
Aku merasakan perubahan yang amat drastis sebelum dan sesudah nikah. Banyak yg bilang aku jadi jauh lebih dewasa. Jauh lebih matang dari teman2ku yg masih kuliah. Kalau soal ga punya waktu buat seneng seneng, sampai saat ini aku bisa have fun brg suami dan temen temen ku juga.
Dan ketika buah hati kita lahir kita juga akan tetap rutin untuk have fun dan bahkan mengajak dede mungil kemana pun kita pergi. Aku siap mjd ibu, dan pengalaman mengasuh bayi sudah aku miliki ketika adik adiku masih bayi.
Ada baiknya kalau blm pengalaman nikah muda jangan mengjugde bahwa nikah muda itu buruk. Semuanya tergantung individu, ada yg siap atau tidak siap.
Hai Nurzaskia,
Coba dibaca lagi, saya kan nulisnya “Menikah Muda?? BELUM TENTU Enak”. Jadi saya bilang “belum tentu” bukannya semuanya gak enak, dan tentunya ada yang enak juga 🙂 Pernikahan pasangan muda yang berhasil itu dipengaruhi oleh kedewasaan, sedangkan rata-rata anak muda sekarang jarang sekali yang dewasa. Malah ada yang baru putus cinta sudah bunuh diri 😀
Jadi berbahagialah Nurzaskia memiliki pikiran yang dewasa walau berusia muda dan beruntung menemukan pasangan yang mapan 🙂 karena yang seperti ini jarang lho!
Nikah muda? Pengen sih . karna bosen pacaran . bntar bntar putus trus sakit hati nangis dsb . pngen punya satu ajh yaituh nikah . udh gk pngen sakit hati sakit hati lg . mngkn lebih enak nikah dr pd pcrn. Klo pcrn ujung2nya bubar. Klo nikah engga bkaln bubarr kan .
Gmna jwbnnya(?)